Bab 89
Bab 89 Kamu yang Namanya Romi
Melihat situasi ini, Ardika tahu bahwa dia tidak akan bisa membujuk Luna.
Dia tiba–tiba berkata, “Sayang, aku masih ada urusan. Aku keluar dulu.”
“Ya.”
Mendengar perkataan Ardika, Luna yang sedang khawatir pun hanya menganggukkan kepalanya.
Ardika keluar dan diam–diam memanggil manajer pemasaran, Gita.
“Pak, ada perintah apa?”
Gita segera menyusul dan berdiri di hadapan Ardika dengan hormat.
Luna yang berada di dalam mélihat situasi ini, tetapi dia tidak terlalu memedulikan hal ini. Material © of NôvelDrama.Org.
Gita dan dua orang lainnya pun begitu sopan padanya. Dia sudah pernah memperingatkan mereka untuk bersikap lebih santai, tetapi ketiganya tidak berubah.
“Carilah alasan untuk menahan Bu Luna di sini. Aku akan pergi mencari Romi.”
Setelah berkata demikian, Ardika berbalik pergi.
Gita pun pergi mencari Luna.
“Bu Luna, aku membuat rencana pemasaran dan memerlukan bantuanmu untuk memeriksa
apakah rencana ini dapat dipakai ….”
Ketika teringat akan pergi menemui Romi, Luna merasa agak gugup dan takut.
Namun, pekerjaan juga penting. Jadi, dia pun menganggukkan kepalanya sambil berkata, “Oke,
ayo pergi ke kantor.”
Setelah masuk mobil, Ardika langsung menelepon Jesika.
“Suruh si Gigi Emas temui aku.”
Tak lama kemudian, Jinto meneleponnya.
“Tuan Ardika, aku Jinto. Apa ada yang perlu dibantu?”
Jinto terdengar sangat bersemangat.
Kemarin, setelah meninggalkan rapat yang diadakan Budi dengan para kepala preman, dia ingin
melaporkan soal pendirian ulang Asosiasi Bahan Bangunan kepada Ardika.
Namun, dia tahu bahwa tokoh kecil sepertinya tidak pantas menelepon Ardika.
415 BONUS
Jadi, dia hanya bisa melaporkan hal ini pada Jesika.
Tak disangka, hari ini Ardika malah meminta Jinto meneleponnya.
Ini berarti Ardika mengakuinya!
Ardika langsung bertanya, “Di mana markas Romi?”
“Tuan Ardika ingin memberi pelajaran Romi? Aku akan segera mengumpulkan saudara-
saudaraku untuk menghabisinya!”
Jinto langsung menunjukkan niat baiknya. Kini, sekalipun Ardika menyuruhnya masuk ke lautan
api, dia juga tidak akan ragu!
“Pimpin jalan saja.”
Ardika mengerutkan kening./
Dia tidak ingin berkelahi ataupun meluapkan amarah, Luna akan mengetahui hal itu.
Jinto segera mengurungkan niatnya dan berkata, “Oke, aku akan memimpin jalan.”
Taman Hiburan Roms.
“Sial, kenapa Korps Taring Harimau berlatih setiap hari? Dua puluhan miliarku sudah terbuang
sia–sia, tetapi dua ratus anak buahku nggak dilepaskan!”
Romi yang emosi pun membanting semua benda di depannya.
Mendengar anak buah yang diutus pagi ini juga ditangkap, dia segera mencari perantara untuk menghubungi Korps Taring Harimau.
Kali ini orang tersebut meminta 20 miliar hingga membuat Romi agak kesulitan dalam membuat
keputusan.
Namun, anak buah adalah fondasinya. Tanpa anak buah, dia bagaimana bisa menunjukkan
kekuasaannya di dunia persilatan.
Oleh karena itu, dia terpaksa mentransfer uang tersebut.
Tak disangka, setelah uang ditransfer, tidak ada kabar apa pun dari Korps Taring Harimau dan orang itu memblokir nomor teleponnya.
Saat ini, bawahan yang dikirim untuk mencari informasi di Kompleks Prime Melati kembali. Dia melaporkan bahwa Okin dan anak buah lainnya yang ditangkap kemarin ditugaskan untuk bekerja di Kompleks Primé Melati.
Semuanya menolak untuk kembali dan mengatakan ingin menjalankan reformasi tenaga kerja selama sebulan.
besok, dua ratus anak buah yang ditangkap hari ini mungkin juga akan pergi bekerja ke lokasi konstruksi selama sebulan.
“Reformasi apaan! Pasti Korpa Taring Harimau ingin mendapatkan keuntungan dari kedua belah pihak sehingga menjual mereka ke Grup Agung Makmur. Si Abdul bajingan ini, biasanya terlihat sangat terhormat, ternyata munafik sekali!”
Romi sangat marah.
“Kamu yang namanya Romi?”
Saat ini, Ardika masuk.
Draco yang mengenakan kacamata hitam berjalan di belakang Ardika. Dia tampak seperti seorang penguntit.
Kali ini, Ardika tidak meneleponnya, dia yang
berinisiatif datang.
Setiap ada kesempatan, dia akan datang mencari Ardika.
Jinto yang mengetahui identitas Ardika pun mengikuti dari kejauhan. Dia sangat tertekan hingga langkahnya terhuyung–huyung.
Romi yang sedang marah pun bertanya dengan galak, “Siapa kamu!”
Ardika berkata dengan tenang, “Bukankah Budi menyuruh kalian menghadapiku? Bisa–bisanya kamu nggak tahu aku siapa.”
Romi mendengus dingin.
“Jadi, kamu menantu bodoh Keluarga Basagita itu!”